Rabu, 23 Maret 2011

Teori Komunikasi Massa


Dalam komunikasi massa ada enam teori yang dibahas pada perkuliahan minggu lalu dari sekian banyak teori yang ada. Keenam teori tersebut adalah Agenda Setting, Studi Efek Media, Uses and Grativication, Cultivation Theory, Depedency Theory, dan Social Action Media Studies.
Teori pertama adalah Agenda Setting. Pandangan menurut Walter Lippman, masyarakat merespon tidak pada kejadian-kejadian actual di lingkungannya tetapi merespon pada gambaran apa yang ada di kepalanya. Di dalam agenda setting terdapat agenda media yang dilakukan oleh tim redaksi sebagai gatekeeper atau penjaga gerbang dimana tugas dari gatekeeper adalah memilih berita yang akan dimuat di media massa, entah media elektronik atau media cetak. Berita yang dimuat bisa berbeda tiap harinya. Untuk surat kabar, misalnya, berita yang dimuat pada halaman depan bisa berbeda tiap harinya atau berbeda dari surat kabar lainnya. Ini bisa dikarenakan perbedaan ideology, misi dan visi dari masing-masing surat kabar. Gatekeeper juga bertugas mengagendakan isu-isu masyarakat sehingga bisa menjadi berita dan dipublikasikan melalui media massa. Agenda media tidak bisa lepas dari agenda publik karena keduanya bersifat interaksional atau saling membutuhkan. Artinya, pelaku media massa yang ingin mencari berita harus menyeseuaikan dengan kegiatan publik. Karena pada umumnya publik adalah sumber berita yang dicari oleh pelaku media massa. Begitu pun sebaliknya, apa yang dilakukan publik, diharapkan di muat oleh media massa. Contohnya, suatu perusahaan meluncurkan produk terbarunya dan ingin diketahui khalayak luas. Perusahaan itu harus tahu bagaimana jadwal dari media massa agar media bisa meliput peluncuran produk mereka yang baru dan desebarluaskan kepada khalayak.
Fungsi agenda setting merupakan tiga bagian proses linier. Pertama, agenda media yang merupakan prioritas isu-isu dalam media. Artinya, peristiwa atau kejadian apa yang sedang panas untuk dibicarakan di dalam tubuh media itu sendiri menjadi berita prioritas dalam pemuatan berita tersebut tanpa memandang apakah publik ingin berita itu atau tidak. Kedua, agenda media dalam beberapa cara mempengaruhi dan berinteraksi dengan apa yang masyarakat pikirkan. Contohnya, berita yang terus dimuat atau disiarkan secara tidak langsung mempengaruhi pola pikir masyarakat karena media massa membuat opini publik berkembang. Media yang menyudutkan Sri Mulyani dan Boediono dalam kasus dana talangan Bank Century membuat masyarakat menuding bahwa keduanya adalah orang yang paling bersalah dalam kasus bank ini. Ketiga, agenda publik berinteraksi dan mempengaruhi pihak pengambil keptusan.
Teori yang kedua adalah Studi Efek Media. Sebagai ilustrasi, pada jaman dahulu ketika radio ditemukan sebagai salah satu dari media massa, siaran radio tersebut menyiarkan sebuah drama tentang keberadaan alien yang mengancam bumi juga isinya. Drama itu hanya menampilkan suara karena radio bersifat audio. Drama itu terus menerus diputar di radio sehingga pada saat itu membuat masyarakat panik dan berhamburan keluar rumah untuk menyelamatkan nyawa mereka. Dari ilustrasi di atas bisa diambil kesimpulan bahwa pada saat itu media massa bersifat powerfull dan mucul suatu teori yaitu Magic Bullet Theory. Teori ini menjelaskan bahwa betapa kuatnya efek yang ditimbulkan oleh pesan yang disampaikan media massa. Efek pesan itu bagaikan sebuah peluru ajaib yang ditembakkan ke publik tanpa bisa dihindari oleh publik dan publik menelan pesan tersebut mentah-mentah tanpa disaring dan khalayak dianggap pasif ketika media massa menembakkan isi pesan. Seiring perkembangan jaman, mucul hipotesis yaitu two step flow atau aliran dua tahap. Pesan media massa tidak langsung ditangkap oleh khalayak melainkan ‘singgah’ dulu ke opinion leader. Media massa memberikan pesannya kepada opinion leader kemudian oleh opinion leader disampaikan pesan tersebut kepada individu atau kelompok melalui komunikasi interpersonal.
Khalayak lebih percaya kepada opnion leader karena pada negara-negara berkembang masyarakat masih dianggap bodoh untuk menyerap informasi yang disampaikan media massa. Ada sebagian khalayak yang memiliki watak keras dan juga kritis meyebabkan muncul suatu pemikiran bahwa pesan media massa bersifat terbatas (limited effect media). Khalayak sudah mulai mengerti kebutuhannya sehingga menyerap informasi berdasarkan kebutuhannya saja, tidak semua informasi ditelannya mentah-mentah. Khalayak juga tidak mudah dipengaruhi oleh isi pesan yang disampaikan media massa karena mereka masih bisa berfikir rasional.
Teori ketiga adalah Uses and Gratification (kepuasaan dan penggunaan). Teori ini berbanding terbalik dengan agenda setting dan studi efek media. Jika kedua teori itu menyatakan jika media yang mempengaruhi khlayak atau apa yang dilakukan media terhadao khalayak, tetapi dalam teori Uses and Gratification ini lebih pada apa yang dilakukan khalayak terhadap media massa. Khalayak bersifat aktif, tidak pasif. Orang-orang mengkonsumsi media didadsarkan pada kebutuhan, keinginan dan tujuan dari masing-masing individu, dan bila media tidak memenuhi kebutuhan tersebut, maka masyarakat tidak mengkonsumsi media. Hal ini yang menyebabkan media tumbuh menjadi suatu organisasi yang besar karena kebutuhan masyarakat yang berubah dan mengalami perkembangan membuat media tidak hanya memuat isu politik, ekonomi atau pertahanan negara tetapi juga mulai memeuat informasi tentang isu yang lain, seperti kebugaran, olahraga, fashion, desain dan grafis, keagamaan, dan lain-lain. Lifestyle seseorang sudah berubah dan menginginkan sesuatu yang lebih dari sekedar politik dan ekonomi.
Di dalam mengkonsumsi media, bila individu tidak terpenuhi kebutuhannya atau kepuasan dalam memperoleh informasi maka ia akan mencari media lain sebagai refrensi yang sesuai dengan kebutuhan individu tersebut. Contohnya, seseorang ingin mengetahui harga dan spesifikasi sebuah handphone maka ia akan membeli tabloid ‘Pulsa’ bukannya majalah ‘Hai’, tetapi majalah Pulsa tidak lengkap memberikan informasi yang diinginkan oleh orang tersebut membuat ia membeli tabloid lain yang mengulas tentang handphone, misalkan tabloid ‘Selular’.
Teori yang keempat adalah Cultication Theory. Tokohnya adalah George Gerbner yang menjelaskan bahwa televisi adalah sebuah system sentral dari story telling. Teori ini memberikan perhatian pada totalitas pola-pola komulatif komunikasi oleh televisi dalam periode tertentu yang memberikan dampak atau efek. Misalkan, televisi terus menayangkan acara yang bersifat kekerasan, perceraian, seksual, halusinasi, glamour, dan lain-lain sebenarnya secara tidak langsung mempengaruhi kehidupan penonton. Ia akan dibayang-bayangi akan isu perceraian, kekerasan dan halusinasi yang berlebihan. Teori ini juga memprediksikan perbedaan di dalam realitas sosial terhadap penonton berat televisi dan penonton ringan televisi. Penonoton berat cenderung konsisten bahwa apa yang diperlihatkan televisi mencerminkan dunia actual atau nyata karena seringnya penonoton itu melihat tayangan di televisi.
Teori kelima adalah Depedency Theory. Penggagas dari teori ini adalah Sandra Ball Rokeach dan Melvin DeFleur dengan melakukan pendekatan system. Di dalam teori ini menjelaskan yakni antara media, masyarakat, dan system sosial saling membutuhkan. Masyarakat membutuhkan media dan begitu pula sebaliknya dimana keduanya berada di dalam system sosial. ada dua faktor yang menentukan ketergantungan terhadap media. Pertama, kita akan lebih tergantung pada media yang memenuhi sejumlah kebutuhan dari pada media yang hanya memeuhi beberapa kebutuhan saja. Ketergantungan infotmasi terhadap media meningkat ketika media menyediakan informasi yang lebih sentral bagi seseorang. Kedua, sumber ketergantungan adalah stabilitas sosial. Ketika perubahan sosial  dan konflik tinggi, pada situasi demikian ketergantungan terhadap media menjadi tinggi.
Teori yang terkahir adalah Social Action Media Studies. Teori ini menegaskan bahwa media tidak bersifat powerfull. Efek media massa atau isi pesan yang disampaikan kecil karena dibicarakan seara sosial. isi pesan yang besar adalah ketika isi pesan berasal dari teman sendiri yang berada di dalam komunitas. Khalayak tidak dapat dilihat sebagai massa yang tidak mengenal satu sama lain, tetapi terdiri dari komunitas-komunitas yang berbeda yang mempunyai nilai, gagasan, dan kepentingan. Isi media diinterpretasikan di dalam komunitas sesuai dengan makna-makna yang secara sosial ada di dalam kelompok dan individu-individu yang dipengaruhi secara lebih besar oleh anggota kelompoknya daripada media. Makna media tidak ditentukan secara pasif tetapi dihasilkan secara aktif oleh khalyak.

1 komentar: