1. a)
Pengertian Televisi Digital
Televisi digital atau DTV adalah
jenis televisi yang menggunakan modulasi digital dan sistem kompresi untuk
menyiarkan sinyal gambar, suara, dan data ke pesawat televisi. Televisi digital
merupakan alat yang digunakan untuk menangkap siaran TV digital, perkembangan
dari sistem siaran analog ke digital yang mengubah informasi menjadi sinyal
digital berbentuk bit data seperti komputer.
Secara teknis, pita spektrum
frekuensi radio yang digunakan untuk televisi analog dapat digunakan untuk
penyiaran televisi digital. Perbandingan lebar pita frekuensi yang digunakan
teknologi analog dengan teknologi digital adalah 1 : 6. Jadi, bila teknologi
analog memerlukan lebar pita 8 MHz untuk satu kanal transmisi, teknologi
digital dengan lebar pita yang sama (menggunakan teknik multipleks) dapat
memancarkan sebanyak 6 hingga 8 kanal transmisi sekaligus untuk program yang
berbeda.
TV digital ditunjang oleh teknologi
penerima yang mampu beradaptasi sesuai dengan lingkungannya. Sinyal digital
dapat ditangkap oleh sejumlah pemancar yang membentuk jaringan berfrekuensi
sama sehingga daerah cakupan TV digital dapat diperluas. TV digital memiliki
peralatan suara dan gambar berformat digital seperti yang digunakan kamera
video.
Terdapat tiga standar sistem
pemancar televisi digital di dunia, yaitu televisi digital (DTV) di Amerika,
penyiaran video digital terestrial (DVB-T) di Eropa, dan layanan penyiaran
digital terestrial terintegrasi (ISDB-T) di Jepang. Semua standar sistem
pemancar sistem digital berbasiskan sistem pengkodean OFDM dengan kode suara
MPEG-2 untuk ISDB-T dan DTV serta MPEG-1 untuk DVB-T.
Dibandingkan dengan DTV dan DVB-T,
ISDB-T sangat fleksibel dan memiliki kelebihan terutama pada penerima dengan
sistem seluler. ISDB-T terdiri dari ISDB-S untuk transmisi melalui kabel dan
ISDB-S untuk tranmisi melalui satelit. ISDB-T dapat diaplikasikan pada sistem
dengan lebar pita 6,7MHz dan 8MHz. Fleksibilitas ISDB-T bisa dilihat dari mode
yang dipakainya, dimana mode pertama digunakan untuk aplikasi seluler televisi
berdefinisi standar (SDTV), mode kedua sebagai aplikasi penerima seluler dan
SDTV atau televisi berdefinisi tinggi (HDTV) beraplikasi tetap, serta mode
ketiga yang khusus untuk HDTV atau SDTV bersistem penerima tetap. Semua data modulasi
sistem pemancar ISDB-T dapat diatur untuk QPSK dan 16QAM atau 64QAM. Perubahan
mode ini bisa diatur melalui apa yang disebut kontrol konfigurasi transmisi dan
multipleks (TMCC).
Frekuensi sistem penyiaran televisi
digital dapat diterima menggunakan antena yang disebut televisi terestrial
digital (DTT), kabel (TV kabel digital), dan piringan satelit. Alat serupa
telepon seluler digunakan terutama untuk menerima frekuensi televisi digital
berformat DMB dan DVB-H. Siaran televisi digital juga dapat diterima
menggunakan internet berkecepatan tinggi yang dikenal sebagai televisi protokol
internet (IPTV).
TV digital mempunyai tiga sistem standart yaitu:
• DVT (Digital Television), sistem yang berlaku di Amerika;
• DVB-T (Digital Video Broadcasting Terrestrial),
sistem yang berlaku di Eropa; dan
• ISDB-T (Integrated Services Digital Broadcasting
Terrestrial), sistem yang berlaku di Jepang.
b) Perbedaan
Televisi Digital dengan Televisi Analog
Perbedaan yang paling mendasar antara sistem penyiaran
televisi analog dan digital terletak pada penerimaan gambar lewat pemancar
(sistem tranmisi pancarannya). Pada sistem analog, semakin jauh dari stasiun
pemancar televisi, sinyal akan melemah dan penerimaan gambar menjadi buruk dan
berbayang. Sedangkan pada sistem digital, siaran gambar yang jernih akan dapat
dinikmati sampai pada titik dimana sinyal tidak dapat diterima lagi.
Saat ini Indonesia masih menggunakan sistim analog
dengan cara memodulasikannya langsung pada Frekuensi Carrier, sedangkan pada pada
sistem digital, data gambar atau suara dikodekan dalam mode digital (diskret)
baru di pancarkan. Sebagai ilustrasi, Jika dulu kita menonton film lewat VCR,
video yang pakai pita itu adalah analog, tapi kita sekarang dalam format
digital MPEG, atau kalau kalau kita mendengarkan musik dengan pita kaset, itu
adalah analog, tapi jika kita mendengarkan MP3, itu adalah digital.
Seorang awam membedakannya adalah dengan mudah, Jika
TV analog signalnya lemah (semisal problem pada antena) maka gambar yang diterima
akan banyak ‘semut’ tetapi jika TV digital yang terjadi adalah bukan ‘semut’
melainkan gambar yang lengket seperti kalau kita menonton VCD yang rusak.
Kualitas digital jadi lebih bagus, karena dengan
format digital banyak hal dipermudah. Seperti kalau dulu CD-A (CD audio analog)
atau laser disk jadul satu keping hanya mampu memutar lagu selama 60 menit atau
sekitar 6 lagu, maka dengan mode digital sekarang pada CD yang sama bisa
disimpan lagu digital format MP3 hingga ratusan lagu.
Kalau pada TV analog satu pemancar dengan pemancar
lainnya harus dengan frekuensi berbeda, maka dengan mode digital, satu
frekuensi bisa memancarkan banyak siaran TV. Siaran TV satelit dulu memakai
analog. Sekarang sudah banyak yang digital. Tidak semua TV satelit memakai sistem
digital. Di beberapa satelit Arab banyak yang memakai mode analog.
c) Dampak dari
Munculnya Televisi Digital
Dampak Positif
Banyak
manfaat yang dapat diperoleh masyarakat dengan beralih ke penyiaran TV digital
antara lain:
• Kualitas gambar yang lebih halus dan tajam,
• Pengurangan terhadap efek noise,
• Kemudahan untuk recovery pada penerima dengan error correction code, serta
• mengurangi efek dopler jika menerima siaran tv dalam kondisi bergerak
(misalnya di mobil, bus, maupun kereta api).
• Selain itu sinyal digital dapat menampung program siaran dalam satu paket,
dikarenakan pemakaian bandwidth pada tv digital tidak sebesar tv analog.
Dampak Negatif
Disamping
banyak hal yang bermanfaat, tentunya kendala yang akan dihadapi dalam migrasi
ke siaran TV digital pun juga semakin banyak seperti:
• Regulasi bidang penyiaran yang harus diperbaiki,
• Standardisasi yang harus segera ditentukan baik untuk perangkat dan teknologi
yang akan digunakan,
• Industri pendukung yang harus segera disiapkan baik perangkat maupun
kontennya.
• Jika kanal TV digital ini diberikan secara sembarangan kepada pendatang baru,
selain penyelenggara TV siaran digital terrestrial harus membangun sendiri
infrastruktur dari nol, maka kesempatan bagi penyelenggara TV analog eksisting
seperti TVRI, 5 TV swasta eksisting dan 5 penyelenggara TV baru untuk berubah
menjadi TV digital di kemudian hari akan tertutup karena kanal frekuensinya
sudah habis.
Manfaat dan keunggulan penyiaran TV digital
Manfaat dari Televisi Digital sebagai berikut:
- Pemirsa juga dapat memilih
sendiri kapan akan menonton, remote tidak lagi untuk memilih saluran tapi
juga untuk melihat simpanan program, (siaran interaktif). Televisi yang
menjadi siaran interaktif akan lebih memudahkan pemirsanya untuk
mencari-cari program yang dia sukai. Tidak ada lagi prime-time karena saat
itu pemirsa dapat mencari program lain yang dibutuhkan.
- Penerimaan mobile, efisiensi
kanal frekuensi, dan potensi jasa tambahan seperti TV-Interaktif dan
layanan data-casting.
- Aplikasi teknologi siaran
digital menawarkan integrasi dengan layanan multimedia lainnya serta
integrasi dengan layanan interaktif seperti Video on Demond (VoD), Pat Per
View (PPV), bahkan layanan komunikasi dua arah seperti teleconfrence.
Dan keunggulan dari televisi digital adalah
- Kelebihan signal digital
dibanding analog adalah ketahanannya terhadap noise dan kemudahannya untuk
diperbaiki (recovery) di penerima dengan kode koreksi error (error correction
code). Sinyal digital bisa dioperasikan dengan daya yang rendah (less
power).
- Pada transmisi digital
menggunakan less bandwith (high efficiency bandwidth) karena interference
digital channel lebih rendah, sehingga beberapa channel bisa dikemas atau
"dipadatkan" dan dihemat. Hal ini menjadi sangat mungkin karena
broadcasting TV Digital menggunakan sistem OFDM (Orthogonal Frequency
Division Multiplexing) yang tangguh dalam mengatasi efek lintas jamak
(multipath fading). Kemudian keuntungan lainnya adalah bahwa sinyal
digital bisa dioperasikan dengan daya yang rendah (less power).
- Migrasi dari era analog menuju
era digital memiliki konsekuensi tersedianya saluran siaran yang lebih
banyak. Tidak ada lagi antrian ataupun penolakan izin terhadap rencana
pendirian televisi nasional maupun lokal karena keterbatasan frekuensi.
Televisi digital pun dapat digunakan layaknya browser internet, sehingga
sangat integratif fungsinya.
- Penyiaran TV Digital
Terrestrial bisa diterima oleh sistem penerimaan TV Fixed dan penerimaan
TV Bergerak. Kebutuhan daya pancar tv digital juga lebih kecil dan
ketahanan terhadap interferensi dan kondisi lintasan radio yang
berubah-ubah terhadap waktu (seperti yang terjadi jika penerima TV berada
di atas mobil yang berjalan cepat), serta penggunaan bandwidth yang lebih
efisien.
2.
Prospek
Masa Depan Penyiaran Televisi di Indonesia dengan adanya Digitalisasi Sistem
Media Siaran
Era digitalisasi penyiaran di
Indonesia sudah pasti akan datang, cepat atau lambat, suka atau tidak suka,
siap atau tidak siap kita akan menghadapinya, karena begitulah teknologi,
selalu berkembang dan kita harus terus mengikuti perkembangannya apabila tidak
ingin dibilang ‘ketinggalan jaman’. Begitu pula inovasi teknologi penyiaran
adalah suatu hal yang tidak terelakkan di masa depan. Kita dihadapkan dengan
kata-kata kunci baru ketika mempelajari digitalisasi penyiaran, seperti
terminology teknologi kompressi MPEG (Moving Picture Experts Group), multiplex,
simulcast dan masih banyak yang lain. Namun digitalisasi penyiaran tidak hanya
persoalan teknologi semata, tetapi juga aspek ekonomi, sosial, hukum dan juga
politik, sehingga persoalan digitalisasi penyiaran di Indonesia perlu dilihat
secara komprehensif. Disana ada persoalan state interests, corporation
interests, consumers interests juga public interests yang saling berinteraksi.
Pemerintah Indonesia telah
menentukan migrasi sistem penyiaran terrestrial dari analog ke digital, melalui
Peraturan Menteri Komunikasi dan Infomatika RI Nomor 07/P/M.Kominfo/3/2007
tertanggal 21 Maret 2007 Tentang Standar Penyiaran Digital Terrestrial untuk
Televisi Tidak Bergerak di Indonesia, ditetapkan standar penyiaran digital
terrestrial untuk televisi tidak bergerak di Indonesia yaitu Digital Video
Broadcasting Terrestrial (DVB-T). Ketika pemerintah memutuskan standar
penyiaran digital DVB-T yang berlaku di Indonesia, ini berarti kita mengikuti
sistem penyiaran digital di Eropa.
Tampaknya perdebatan publik di
Indonesia tentang proses migrasi ke sistem digital dunia penyiaran belum begitu
intens dan masih terbatas pada elite-elite dunia penyiaran, terutama regulator,
operator dan vendor yang akan berbisnis hardware equipment dan program siaran
dunia. Barangkali banyak masyarakat tidak tahu, merasa tidak perlu, tidak
tertarik, dan menilai mahluk seperti apakah sebenarnya digitalisasi penyiaran
di Indonesia, di tengah kenikmatan instan menonton dan mendengar
program-program siaran radio dan televisi di tanah air saat ini. Mereka masih
sibuk mendiskusikan isi siaran yang penuh dengan mistik, infotainment, sinetron,
kekerasan, kebanci-bancian, belum pada “revolusi digital televisi” yang akan
mengubah dunia penyiaran Indonesia di masa depan.
Perkembangan teknologi penyiaran
harus dipandang sebagai peluang untuk memperluas dan mengembangkan jangkauan
jenis-jenis layanan penyiaran yang dapat disediakan bagi para pendengar dan
penonton. Semula kita mendengar siaran radio yang dipancarkan lewat gelombang
SW, MW, AM dan kini FM. Para radio broadcasters migrasi dari AM ke FM. Pada
awalnya televisi disiarkan melalui VHF kemudian menjadi UHF. Orang menonton
televisi hitam putih kemudian berkembang nonton televisi berwarna. Karena di
Indonesia kanal-kanal frekuensi UHF sudah habis, maka frekuensi VHF yang
ditinggalkan pemain lama, juga mulai dilirik dan diincar pemain baru.
Di dunia pertelevisian, setelah
ditemukan sistem penyiaran terrestrial yang menggunakan gelombang
elektromagnetik/spektrum frekuensi radio, kemudian dikembangkan televisi dengan
platform kabel, yang dilanjutkan dengan platform satelit, bahkan kemudian dengan
platform internet. Tatkala televisi bisa dipancarkan lewat internet, seperti
halnya siaran radio di internet, maka kita sebenarnya sudah masuk pada isu
konvergensi. Kasus ini pun menjadi perdebatan menarik di kalangan dunia
penyiaran. Digitalisasi ini merupakan inovasi teknologi penyiaran yang
menciptakan jalan yang menjanjikan bagi suatu peningkatan dalam hal jangkauan
dan keberagaman penyiaran di masa depan.
Perubahan teknologi penyiaran harus
dibayar dengan mahal. Untuk melakukan migrasi dari analog ke digital
membutuhkan biaya besar, baik bagi para operator untuk memperoleh dan membangun
infrastruktur penyiaran yang baru (peralatan transmisi, studio, cara pembuatan
program baru) dan konsumen (membeli pesawat televisi baru dan top set box).
Dilihat dari sisi corporation
interests, tentu saja perubahan ke digitalisasi penyiaran akan menjadi bisnis
besar karena permintaan hardware penyiaran yang begitu tinggi. Dilihat dari
sisi consumers interests, bagi mereka yang berpenghasilan besar tentu saja
mereka mampu membeli perubahan teknologi ini karena mereka akan memperoleh
kenikmatan dan kenyamanan baru. Namun bagi konsumen kecil, perubahan teknologi
penyiaran harus mereka bayar mahal, terutama dikaitkan dengan penggantian
pesawat televisi dan pembelian top set box. Meski pesawat televisi lama masih
mampu menangkap sistem digital, namun berangsur-angsur mereka akan terpaksa
membeli pesawat penerima televisi yang baru bila ingin memperoleh kualitas
siaran yang prima.
Apabila persoalan social costs ini
tidak dibahas secara terbuka, maka akan ada biaya politik yang harus dibayar
mahal di kemudian hari, mengingat public interests akan mewarnai perdebatan di
kalangan politisi terutama ketika memasuki bagian regulasi. Selama ini regulasi
digitalisasi penyiaran di Indonesia hanya diatur lewat Peraturan Pemerintah,
belum oleh Undang-Undang, sehingga kekuatan legalitasnya masih terbatas.
Seolah-olah urusan digitaliasi penyiaran hanya milik Departemen Kominfo, bukan
milik negara (state interests) dimana parlemen dan pemerintah harus sepakat
tentang kebijakan publik di bidang penyiaran. Padahal Departemen Kominfo sudah
merencanakan pada tahun 2018 siaran tv analog sudah switch off.
Di beberapa negara maju, AS
misalnya, migrasi ke digital dibiayai negara. Sedangkan di Indonesia, siapa
yang harus membiayai migrasi ke digital? Beberapa operator televisi
menyebutkan, biaya migrasi harus dibayar masyarakat, sedangkan pendapat
pemerintah tentang migrasi ini, selalu menyebutkan pemerintah tidak punya dana
untuk membiayai migrasi ke digital, bahkan uji coba sistem digital beberapa
waktu yang lalu dibiayai oleh vendor.
Barangkali lembaga penyiaran swasta
bermodal kuat siap untuk bermigrasi, bahkan lembaga penyiaran berlangganan di
Indonesia telah bermigrasi ke digital, namun bagaimana kemampuan lembaga
penyiaran swasta lokal, lembaga penyiaran publik dan lembaga penyiaran
komunitas untuk bermigrasi mengingat broadcasting equipment mereka saja out of
date and out of standard.
Kemungkinan, jalannya migrasi dari
analog ke digital di Indonesia akan terasa ‘alot’, karena satu pihak dan pihak
lainnya tidak ada suatu komitmen (satu suara) yang memudahkan dan meyakinkan
publik untuk bermigrasi. Selain itu, mahalnya peralatan digital akan semakin
membuat masyarakat malas bermigrasi. Mungkin apabila pemerintah mengikuti
strategi seperti pemerintah Amerika, ending yang dihasilkan akan berbeda.
Walaupun kualitas yang ditawarkan oleh DTV ini sangat menggiurkan, teteapi ada
beberapa pertimbangan yang membuat orang lebih memilih bertahan dengan TV analog.
Namun, apabila proses migrasi sudah
berjalan dan DTV sudah berlangsung, akan banyak kejutan yang menanti konsumen
DTV. Paragraf dibawah ini akan sedikit menjelaskan mengenai prospek siaran
digital di Indonesia apabila DTV sudah berjalan.
Konten siaran digital yang
ditransmisikan lewat platform satelit akan bersaing dengan operator penyiaran
platform kabel, sehingga konten siaran yang sama dapat ditransmisikan ke
pesawat penerima televisi, ke komputer dan berangsur-angsur ke telepon genggam.
Situs internet mampu menyediakan konten multimedia yang berangsur-angsur akan
mirip dengan konten siaran yang disediakan oleh penyiaran tradisional (radio
dan televisi) dan bahkan banyak operator menggunakan situs webnya sebagai
portal mereka untuk menarik penonton dan memberikan mereka tambahan
sumber-sumber informasi lain. Lalu, pemrosesan dan transformasi konten oleh
konsumen atau pengguna akhir menjadi lebih canggih lagi karena komputer dan
macam-macam piranti pemrosesan digital menjadi tersedia lebih luas bagi rumah
tangga. Hal ini berarti meng-copy film atau musik akan menjadi lebih mudah,
sehingga membangkitkan isu tentang pembajakan.
Inilah sedikit prediksi mengenai isu
digitalisasi siaran televisi apabila DTV diterapkan di Indonesia. Ini juga
adalah bagian akhir dari pembahasan mengenai DTV dan segala ‘tetek-bengek’ yang
berhubungan dengannya. Semoga dengan penjelasan yang masih umum ini akan
merangsang kita untuk lebih concern terhadap isu ini.
3.
Dampak
yang Timbul Akibat Adanya Sistem Siaran Televisi Digital di Indonesia
Munculnya
televisi digital di Indonesia harus dipikirkan dampak dan konsekuensinya karena
selama ini masih banyak masyarakat yang menggunakan dan terbiasa dengan
televisi telivisi analog. Sedikit ketidaknyamanan yang mau tidak mau harus diterima
dengan peralihan ke TV digital ini adalah:
1) Perlunya pesawat TV baru atau paling
tidak kita perlu membeli TV Tuner baru yang harganya bisa dibilang cukup mahal.
Hal tersebut akan menimbulkan dampak yang besar, mengingat hampir seluruh
komponen pertelevisian di Indonesia masih menggunakan komponen analog, sehingga
kemajuan tekhnologi televisi digital ini dapat mematikan usaha-usaha kecil yang
selama ini telah ada. Karenanya hal ini mewajibkan Pemerintah untuk
mensosialisasikan lebih rinci kepada masyarakat.
2) Mahalnya perangkat transmisi dan
operasional broadcast berbasis tehnologi digital merupakan persoalan tersendiri
bagi kemampuan industri televisi di Indonesia. Bagaimanapun untuk bisa
menyiarkan program secara digital, perangkat pemancar memang harus diganti
dengan perangkat baru yang memiliki sistem modulasi frekuensi secara digital.
Untuk mem-back up operasional sehari-hari saja dengan tingkat persaingan antar
sesama radio dan televisi swasta nasional saja sudah sangat berat, apalagi
untuk harus mengalokasikan sekian persen pemasukan iklan untuk digunakan bagi
digitalisasi. Selain itu, dalam masa transisi, stasiun televisi harus siaran
multicast atau operasional di dua saluran secara paralel: analog dan digital,
karena tetap memberi kesempatan pada masyarakat yang belum dapat membeli
televisi digital.
3) Sistem pemrosesan sinyalnya. Pada
sistem digital, karena diperlukan tambahan proses misalnya Fast Fourier
Transform (FFT), Viterbi decoding dan equalization di penerima, maka TV Digital
ini akan sedikit terlambat beberapa detik dibandingkan TV Analog. Ketika TV
analog sudah menampilkan gambar baru, maka TV Digital masih beberapa detik
menampilkan gambar sebelumnya.
4) Bagaimana soal akses pada jaringan
media serta kondisi sistem akses itu sendiri. Persoalan seperti pengaturan
decoder TV digital maupun content media menjadi layak kaji dalam hal ini. Dan
akses pada spektrum frekuensi
5) Bagaimanapun pada era penyiaran
digital telah terjadi konvergensi antarteknologi penyiaran (broadcasting),
teknologi komunikasi (telepon), dan teknologi internet (IT). Dalam era
penyiaran digital, ketiga teknologi tersebut sudah menyatu dalam satu media
transmisi. Dengan demikian akses masyarakat untuk memperoleh ataupun
menyampaikan informasi menjadi semakin mudah dan terbuka
6) Terjadinya migrasi dari era
penyiaran analog menuju era penyiaran digital, yang memiliki konsekuensi
tersedianya saluran siaran yang lebih banyak, akan membuka peluang lebih luas
bagi para pelaku penyiaran dalam menjalankan fungsinya dan dapat memberikan
peluang lebih banyak bagi masyarakat luas untuk terlibat dalam industri
penyiaran ini.
7) Momentum penyiaran digital dapat
membuka peluang yang lebih banyak bagi masyarakat dalam meningkatkan kemampuan
ekonominya. Peluang usaha di bidang rumah produksi, pembuatan aplikasi-aplikasi
audio, video dan multimedia, industri senetron, film, hiburan, komedi dan
sejenisnya menjadi potensi baru untuk menghidupkan ekonomi masyarakat.
8) Televisi di Indonesia telah menjadi
alat penting baik untuk hiburan maupun untuk mendapatkan informasi. Baik
televisi digital maupun analog dalam penyiarannya memiliki kesamaan yaitu
memiliki dampak psikologis terhadap penontonnya. Dengan frekuensi menonton yang
tinggi dan kualitas tontonan yang rendah akan berdampak buruk baik pada orang dewasa
maupun pada pada anak – anak.